Kedalaman Proses Pembuatan Tata Ruang Wilayah Berbasis Sosial Ekonomi Petani


Model Sosial-Ekonomi Petani  Tanaman Pangan dan Tata Ruang Sebagai Acuan Pengelolaan Sumberdaya Hutan

 
Pedesaan merupakan daerah yang selalu dijadikan kambinghitam atas kerusakan hutan. Terutama desa yang langsung berbatasan dengan wilayah konservasi. Pada umumnya petani di desa yang berada di perbatasan hutan bersifat tertutup. Banyak juga para petani yang berada didaerah ini tidak tergabung dengan kelompok tani-kelompok tani. Hal ini dikarenakan beberapa hal yaitu petani tersebut bukan dari daerah desa itu bahkan lahan garapan disebelah mereka bukan berasal dari desa yang sama. Ada beberapa kelompok tani sekitar hutan yang ada, namun keberadaannya masih belum mampu menjaga kerusakan hutan. Nampaknya permasalahan ini sangat sudah sangat serius terutama pada daerah Jawa, Lampung dan juga Medan. Hutan yang banyak belum terjamah manusia tersebar di wilayah Aceh.

            Status lahan yang jelas namun belum di ketahui secara jelas menjadi permasalahan yang sering terjadi. Kebanyakan status lahan yang tidak jelas ini disebabkan karena kurang informasi. Masyarakat yang mengarap lahan pada daerah-daerah konservasi di beberapa wilayah tidak mengetahui bahwa lahan itu tidak boleh dioleh kecuali diberi izin oleh Perhutani. Seperti di daerah Kota Batu ditemukan beberapa pengarap hutan tidak memgetahui status lahan yang mereka garap. Sehingga kerusakan lahan sering terjadi pada lahan ini. Berbeda dengan daerah Ponorogo, para pengarap telah mengetahui status lahan yang mereka garap seperti pada lahan eucaplytus sp. Seharusnya orang tua pengarap atau juga pihak Perhutani memberikan informasi bahwa status yang mereka garap adalah bukan miliknya. Biasanya informasi tentang lahan yang mereka garap tidak diberitahu oleh para orangtua mereka.

            Perencanaan tata ruang wilayah harus dilaksanakan secara baik. Pemetaan wilayah konservasi dengan criteria-kriteria yang benar untuk konservasi harus dilaksanakan. Hal ini dikarenakan pemetaan itu menjadi pegangan seluruh orang yang mempunyai kepentingan di daerah konservasi, perbatasan konservasi dan di luar daerah konservasi. Pentingnya sosialisasi saat ini dirasakan sangat kurang ini terbukti kerusakan hutan yang masih terjadi. Sangat sulit sekali bersosialisasi di daerah hutan. Sosialisasi dilaksanakan hanya beberapa waktu saja dan tidak ada pelaksaan dari hasil sosialisasi itu. Metode untuk mengedukasi para petani sekitar hutan harus dirubah. Selama ini metode yang dilakukan adalah mengajar langsung para petani sekitar hutan untuk dapat mengolah hutan secara benar. Padahal petani sekitar hutan seharusnya dibawa ke tempat percontohan atau pilot project system pengolahan hutan secara baik. Seperti daerah tempat suku baduy memilah-milah wilayah yang dapat dikerjakan dan dikonservasi. Petani sekitar akan tahu secara kasat mata keuntungan-keuntungan yang didapat akibat mengelola hutan secara benar. Selain itu menjadikan tempatnya sebagai daerah percontohan pengelolaan hutan secara baik sehingga mereka akan menjadi bangga dapat mengelola daerah sekitar hutan secara baik. Ada beberapa temuan yaitu sebenarnya menanam tanaman selain tanaman tegakan di daerah hutan (dataran tinggi) sangat tidak ekonomis. Hal ini dikarenakan tempat yang jauh dari pasar dan juga tidak ada transportasi yang memadai. Temuan ini sebenarnya dapat di berikan kepada petani sebagai pengetahuan akan analisis ekonomi pertanian di daerah hutan (dataran tinggi).

Petani Tanaman Pangan mempunyai anggota yang aktif dalam meningkatkan hasil panenya. Mereka selalu berdiskusi bersama PPL setempat untuk mengetahui teknologi-teknologi yang bagus untuk dapat meningkatkan hasilnya. Pemilihan varietas (jagung,padi,kedelai), pemupukan, waktu pengendalian hama dan wereng, pengairan didiskusikan oleh kelompok tani agar semua masalah di lahan tersebut tidak menemui masalah. Ada beberapa kasus di Bojonegoro seperti suatu lahan yang dahulunya menanam padi sepanjang tahun namun tidak maksimal dengan keadaan ini kelompok tani dan didampingi PPL mencoba tanaman baru yaitu kedelai. Bekerjama dengan pemerintah kelompok tani mendapat dukungan benih dan hasil yang didapatkan menjadi maksimal. Keberhasilan ini menjadi suatu contoh yang baik hasil dari sebuah perkumpulan Kelompok tani dengan dinas pertanian. Dapat pula diterapkan di daerah konservasi ini dengan memberikan petugas-petugas yang dididik untuk menghadapi masyarakat sekitar hutan untuk dapat membimbing (tidak represif) cara mengelola lahan itu secara baik sehingga bermanfaat bagi para petani. Pemilihan komoditi (pemberian bibit gratis), cara budidaya tanaman tegakan dan yang terpenting pemasaran akan menjadi jalan keluar yang diidamkan para petani. Hasil yang didapat dari tanaman tegakan sangat lama maka kita bisa bekerjasama dengan pihak pertanian untuk pemilihan tanaman pertanian yang menguntungkan untuk dapat ditumpangsarikan dengan tanaman tegakan. Komoditi seperti jagung memberikan keuntungan yang baik pula untuk awal-awal penanaman sehingga petani mendapat pemasukan. Hal ini banyak ditemukan di daerah konservasi Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek. Ada juga daerah Kecamatan Bandar Kabupaten Pacitan yang mengabungkan tanaman tegakan dengan tanaman vanili yang memiliki harga ekonomi yang tinggi.

            Kerjasama antara Dinas Pertanian dan Swasta menjadi hubungan yang saling menguntungkan. Tidak dipungkiri bahwa Dinas Pertanian memiliki banyak kekurangan dari segi personil ataupun dana. Pihak swastapun sangat membutuhkan dinas pertanian untuk dapat bersosialisai dengan para petani. Apabila Dinas Pertanian bekersama dengan swasta dalam memberikan penyuluhan pertanian akan lebih efektif. Hubungan yang saling menguntunkan ini dapat meningkatkan produksi dari para petani.

            Pedagang harus mendapatkan akses informasi yang memadai dan terbuka akan komodoti-komoditi, tempat dan juga akses mendapatkan komoditi tersebut. Disertai dengan pegawasan yang peraturan yang tepat akan mendukung kegiatan perdagangan di tempat lahan konservasi. Dengan ini lahan konservasi tidak lagi menjadi lahan yang “tertutup” tapi menjadi lahan yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Perdagangan bebas akan meningkatkan nilai ekonomi di lahan konservasi ini bukan malah merusak lahan konservasi ini. Pasar-pasar akan terbentuk di daerah sendiri bahkan ke luar negeri. Kaum pesimis memberikan argument yaitu manusia adalah perusak dari lingkungan, meningkatnya populasi akan memparah keruskaan lahan. Kerusakan lahan banyak dirusak oleh kaum capital dan kamu miskin. Namun kaum optimisme beragumen bahwa dengan teknologi dan akal manusia dapat mampu beradaptasi atas keadaan apapun. Apabila diambil jalan tengahnya antara kaum optimism dan kaum pesimisme dapat diambil keputusan yaitu perlunya menghitung dalam rangka merencanakan secara menyuluruh suatu daerah untuk dapat dimanfaatkan secara bijaksana. Law of diminishing menerangkan bahwa pada suatu keadaan tertentu usaha peningkatan produksi akan pula malah menurunkan hasil tingkat produksi. Dengan hukun tersebut dapat kita perkenalkan kepada para pengusaha tentang pentingnya pengaruh dari tingkat usaha menaikan produksi. Dalam praktek yang terjadi kebanyakan para usahawan terus meningkatkan target produksi untuk dapat dijual. Tapi sesuatu yang terjadi adalah barang yang tidak laku terjual dan menjadi barang yang tidak berguna lagi. Biaya yang dikeluarkan untuk peningkatan produksi menjadi tidak berguna lagi bahkan menjadi biaya tambahan untuk tempat penyimpanan, transportasi dan pemusnahan barang tersebut. (Dany Yohanes Pesik SP.MSi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Condition of Pantura Farming